Kepala Sekolah….

 

Sinar kegembiraan di St. Matthew Primary School itu perlahan-lahan meredup.
Mrs. Harttesley, kepala sekolah yang lembut hati, ramah dan tangkas itu
memutuskan untuk pensiun dini.

"Why will you be retired so early, you still looks young, beautiful,
energik, ...gemah ripah loh jinawi - tata tentrem kerta raharjo "
tanya saya yang sudah mulai ketularan budaya orang Inggris
yang suka puji-sanjung dan segudang rayuan pulau kelapa lainnya.

"Thank you very much, I have grandchildren and
I'd like to dedicate the rest of my time to them..."
katanya sambil mengulum senyum.
"
It is enough for me more than 20 years I have been in education.
Now, I have enough time to do another things...." sambungnya tanpa kelihatan
post power syndrom...

***

Pengganti Mrs. Hattersely adalah Mrs. Patricia Idle
Sosok wanita yang kurus dengan karakter yang sangat kontras dengan
pendahulunya.
Orangnya kaku, keras, tidak memiliki cukup sense of humour dan, menurut
saya, lebih cocok menjadi polwan dari pada kepala SD.
Ya, betul, mirip polwan yang sering langsung melayangkan ujung sepatunya
yang lancip itu ke gares (tulang kering) ketika mau disuap anak-anak
tanggung yang melanggar lampu lalu lintas.

"Good morning Mrs Idle," sapa Roxy, teman anak saya yang memiliki bola mata sehijau kelereng itu pada suatu pagi.
"Morning ! go to your class Roxy !" saut Mrs. Idle ketus tanpa senyum
sedikitpun.

Bergidik saya mendengarnya, rupanya Mrs. Idle tidak pernah diajar bahwa senyum itu ibadah. Ingin rasanya saya membelikanya kaset Dea atau siapa itu penyanyi cilik
Indonesia yang menyanyi: senyum itu ibadah, kerja itu ibadah, nulis itu ibadah, nge-mail itu ibadah, baca e-mail itu ibadah, tidur itu ibadah, ...

****

Benar saja,
Pergantian kepala sekolah itu membawa pengaruh yang sangat signifikan.
Satu per satu orang-orang yang ramah dan lembut hati meninggalkan sekolah itu.
Mrs. MacCarthy, ibu guru yang gendut dan lucu yang mengajar anak kedua kami, Widya, meninggalkan sekolah itu. Padahal Mrs. MacCarthy ini adalah salah satu yang menjadi acuan kami sewaktu dulu memasukkan anak kami ke sekolah Nasrani ini. Dengan adanya beliau, anak-anak non Nasrani boleh tidak mengikuti pelajaran agama Nasrani, tetapi ikut pelajaran budi pekerti di kelas Mrs. MacCarthy ini. Sekarang tidak ada lagi kelas itu.

Mrs. Kingswell, guru sekolah anak pertama kami pun pindah ke sekolah lain.
Dalam pamitannya, beliau mengatakan akan mengajar di sekolah yang lebih
besar. Dan dengan sedih hati, anak kami itu melepas guru favouritnya yang telah memberikan anak kami itu kepercayaan diri yang tinggi dengan menyabet tampil di good work assembly terbanyak di tahun lalu.

Mrs. Bolton, kepala TU yang mirip Sharon Stone - tapi dipertinggi dan
diperlebar sedikit itu pun pindah entah kemana.
Barangkali tidak tahan pula, karena setiap pagi dan petang, saya lihat sang
kepala sekolah menongkrongi pekerjaannya. Seolah tidak percaya pada hasil kerjaannya.

Rachel, teman akrab anak kami yang seperti pemeran di film Little House in The Prairie itu pun pindah sekolah, entah kemana.
Rachel yang mungil dengan rambut kepangnya akan tak ada lagi dalam
perlombaan lari yang selalu dimenangkannya itu di setiap akhir term.
Tak ada lagi kepang dua terayun-ayun mendekati kami setiap pagi dan menggoda anak laki-laki kami yang selalu ikut mengantar kakak-kakanya ke sekolah.

John, teman sekelas Fira yang pakai kaca mata bulat dan sangat lucu itu pun dipindah oleh ibunya ke sekolah lain, akibat ditendang dan diintimidasi John yang lain dan gerombolannya, tetapi pihak sekolah tidak menanganinya dengan semestinya. Cuman bilang, ya jangan main sama John yang jahat itu dong, begitu katanya.
Oh kepala sekolah yang baru, di mana proporsi kegalakanmu itu.
Kayaknya kok enggak empan papan (tidak pada tempatnya), antara mana yang harus galak, ketus, sinis dan mana yang tidak.

Yang tinggal hanya John-Donat. John anak polisi yang suka minta bekal donatnya Fira setiap kali acara dinner tiba.
"
Fira, any Daughnats today ?" begitu setiap hari tanyanya pada Fira.
" I like your mom' daughnat, it is very different and special for
me." rayu
John setiap kali mau minta donat.
Tapi John-donat tidaklah cukup bagi kami untuk bertahan di sekolah itu.

Kepala sekolah yang lembut hati, tangkas dan mrantasi.....
Guru yang ramah, mengincourage dan menguasai materi.......
Teman-teman yang memiliki spirit d'corps kental, saling sayang dan tidak
mengintimidasi......
Kebebasan untuk belajar agama sesuai dengan kepercayaan kami sendiri...
agaknya menjadi pendorong bagi kami untuk meneruskan perjalanan kami lagi.
Mencari sekolah yang membuat kami dan anak kami happy dan berkembang sesuai dengan usia dan kemampuannya.

Jalan tak ada ujung.....hhhhhhhhhh

(Bersambung)