Pindah Sekolah
(sd-Islam, Jum'at 13 September 2002)

Setelah menelaah dengan seksama terhadap lingkungan sekolah
yang tidak kondusif dan rawan terkendali
(lho..kan rak mirip pejabat Indonesia aja ngomongnya,...mbulet nggak karuan), kami memutuskan untuk memindahkan sekolah anak-anak kami dari St. Matthew Primary School.

Kami melangkah dengan gamang.
Ada keraguan yang membersit di dada, memikirkan alasan apa yang mesti dikemukakan ke sekolah yang baru nanti.
Biasanya anak pindah sekolah karena pindah rumah, keterkaitan dengan kerja orang tua, atau dikeluarkan dari sekolah yang lama akibat nakal. Karena dua alasan pertama tidak terpenuhi, jangan-jangan nanti dikira anak-anak kami ini nakal.

Ggrrrriiiiiiittttt.....!
Kami dorong gerbang pintu sekolah yang sudah agak karatan itu
(Lha pintu sudah karatan kan bunyinya mak ..ggrrrriiiiittt khan,
masak mak 'thut' ! ssssttt penonton jangan berisik ah,
bingung saya jadinya nyusun cerita ini).
Sekolah ini memiliki simbol serba merah, papan nama, sweater murid-muridnya, warna pintu sekolahnya dan sebagainya.

Kami menunggu agak lama di ruang receptionist itu.
Suasana sekolah ini mengingatkan saya pada sekolahnya Harry Rusli eh ..Harry Potter, seram mencekam.
Dua pegawai di dalamnya masih tetap ngobrol tanpa menoleh sedikitpun. Sebuah ketidakramahan yang langsung menyurutkan niat kami.

"Yes, what can I help you?" tanya salah seorang di antaranya.
Pertanyaan standard orang Inggris.

"I would like to bring my two daughters here if there are place for them...." kata saya sedikit ogah-ogahan.
"Okey, leave your name, address and phone number. We will call you then."
Terkejut saya mendapati respons yang begitu dingin.
"When will we get that information?" saya sedikit mengejar.

Hhhhhh...receptionist itu menghela nafas, kurang senang ada rumpun Melayu berani-beraninya ngeyel.
Tak tumpes kelor kowe (mungkin batinnya begitu)
(Tak tumpes genti sampeyan, tak pithes, tak iles-iles...kaya semut hhhhiiihhh). Batin saya tak kalah garang.
Lha cuman mbatin aja kok, siapa takut !
"Soon" jawabnya pendek, bernada pengusiran.
Kami tinggalkan sekolah itu dengan harapan mudah-mudahan tidak ada tempat bagi anak kami di sekolah itu: St. Stephen Primary School Church of England.
Oh rupanya sekolah yang serumpun dengan St. Matthews Primary School, sekolah lama anak-anak kami.
Kami terus berjalan menuju sekolah yang lain.

****

"Hey you, you got the place for your children but you have never come here." sambut receptionist India di Newby Primary Scholl yang dulu kami datangi pertama kali sewaktu tiba di Inggris.
Sekolah yang dulu mensyaratkan general check up itu.
"Ha..why didn't you come, we got your family medical records are good..." Tanya India itu mengejar terus.
Dasar
India, biasa nari mutari pohon, nanya aja nguber terus.
Biarkan kami duduk dulu kek, ngopi kek, ngeteh kek, ngemil, ...ngedrug....hush ! nanti dikira nyaingi anaknya wagub Jabar.  Wagubnya Mas Arif dan Mbak Ida di Bandung itu.
"Okey, okey..." kata saya, "Duren, duren, roti, roti. Biyen, biyen, saiki, saiki !"
"He... what are you saying...ho..ho..hoo.. you are rapper.. aren't you."
Rapper mbah mu itu.
Bingung aku, kalau kamu nanyanya 'kemrecek' gitu.
Calm down babie ! give me a break!

Singkat kata, kami utarakan niat kami untuk 'mengembalikan tahta bagi yang berhak'.
Waduh, kayak Megawati nagih sama Gus Dur aja.
Kami ingin menempati bangku sekolah itu sekarang: 2 tahun dari waktu kami mendaftar dulu.
"What the problems in your current daughter school?" tanyanya menyelidik.
"
No problemo, my first daughter is five best in her class, my second daughter is the neatest writer in her class......" Kata saya percaya diri.

Sekali-sekali nglawan kepercayaan diri orang India yang terlalu tinggi itu boleh juga.  Rupanya dia tidak percaya begitu saja.
"Hang on!" kata receptionist itu dan cepat menyelinap ke bilik kepala sekolahnya.

Telinga made in Indonesia yang terbiasa nguping ini sayup-sayup mendengar pembicaraan receptionist itu dengan suara 'seseorang'.
Tapi aneh, ada tiga warna suara yang berbeda.
Padahal di ruangan itu hanya ada dua orang, receptionist dan kepala sekolah.
Oh rupanya selain bicara dengan kepala sekolah, dia menelopon 'orang lain'.
Menelepon ke kepala sekolah St. Matthew !
Menyelidiki benarkah anak-anak kami itu pindah karena tidak adanya kasus tertentu?
India semprul ! gak percoyo dia sama omongan ku.
Sesaat kemudian.
"
Okey, you can bring you daughters tomorrow, I spoke to the head techer here as well as to the head teacher in your current daughter school to inform her that your daughter will move to our school tomorrow." katanya singkat.
"Tomorrow ?" tanya saya bingung, edan... saya maunya next week lah, kan mesti pamitan dengan sekolah yang lama, beli seragam baru di sekolah ini, bawa berkas dari sekolah lama ke sekolah baru ini, menanyakan berapa monitor komputer harus disumbangkan di sekolah ini, berapa bangku yang harus dibayar, berapa uang gedung yang harus disumpelkan, slametan nasi kuning kayak habis kepilih lagi jadi gubernur itu, tumpengan, ngejar-ngejar ayam untuk disembelih, mblandring merpati yang berkeliaran di jalan untuk dibikin dara goreng, nyawut jemuran,
nuker sandal di mesjid.... Lha banyaklah yang mesti diurus.
Indonesian kok, yang bukan urusannya pun kan mesti diurus juga.
Rak ngrasake sampeyan dadi wong Indonesia !

"Okey, lets go to tour our school facilities and which size of your daughter sweaters and pump for school tomorrow morning." kata India itu membuyarkan lamunan saya tentang keindonesiaan itu.

(bersambung)