HARUN
YAHYA
Banyak yang beranggapan bahwa untuk
"berpikir secara mendalam", seseorang perlu memegang kepala dengan
kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh
dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap
"berpikir secara mendalam" sebagai sesuatu yang memberatkan dan
menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan
"filosof". Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam
pendahuluan, Allah mewajibkan manusia untuk berpikir secara mendalam atau
merenung. Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk
dipikirkan atau direnungkan: "Ini adalah sebuah kitab yang Kami
turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan
(merenungkan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran" (QS. Shaad, 38: 29). Yang ditekankan di sini adalah bahwa setiap
orang hendaknya berusaha secara ikhlas sekuat tenaga dalam meningkatkan
kemampuan dan kedalaman berpikir. Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau
berusaha untuk berpikir mendalam akan terus-menerus hidup dalam kelalaian
yang sangat. Kata kelalaian mengandung arti "ketidakpedulian
(tetapi bukan melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan,
dalam kecerobohan". Kelalaian manusia yang tidak berpikir adalah akibat
melupakan atau secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan diri
mereka serta kebenaran ajaran agama. Ini adalah jalan hidup yang sangat
berbahaya yang dapat menghantarkan seseorang ke neraka. Berkenaan dengan hal
tersebut, Allah memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan
orang-orang yang lalai: "Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam
hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan
suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
lalai." (QS. Al-A'raaf, 7: 205) "Dan berilah mereka peringatan tentang
hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka
dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman." (QS. Maryam, Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan tentang
mereka yang berpikir secara sadar, kemudian merenung dan pada akhirnya sampai
kepada kebenaran yang menjadikan mereka takut kepada Allah. Sebaliknya, Allah
juga menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti para pendahulu mereka secara
taklid buta tanpa berpikir, ataupun hanya sekedar mengikuti kebiasaan yang
ada, berada dalam kekeliruan. Ketika ditanya, para pengekor yang tidak mau
berpikir tersebut akan menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang
menjalankan agama dan beriman kepada Allah. Tetapi karena tidak berpikir,
mereka sekedar melakukan ibadah dan aktifitas hidup tanpa disertai rasa takut
kepada Allah. Mentalitas golongan ini sebagaimana digambarkan dalam
Al-Qur'an: Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi
ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan
Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?" Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya
langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan
Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya
berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada
yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan
Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu
ditipu (disihir)?" "Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran
kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta."
(QS. Al-Mu'minuun, 23: 84-90) Berpikir dapat membebaskan seseorang dari
belenggu sihir Dalam ayat di atas, Allah bertanya kepada
manusia, "・aka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?. Kata disihir
atau tersihir di sini mempunyai makna kelumpuhan mental atau akal yang
menguasai manusia secara menyeluruh. Akal yang tidak digunakan untuk berpikir
berarti bahwa akal tersebut telah lumpuh, penglihatan menjadi kabur,
berperilaku sebagaimana seseorang yang tidak melihat kenyataan di depan
matanya, sarana yang dimiliki untuk membedakan yang benar dari yang salah
menjadi lemah. Ia tidak mampu memahami sebuah kebenaran yang sederhana
sekalipun. Ia tidak dapat membangkitkan kesadarannya untuk memahami
peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi di sekitarnya. Ia tidak mampu
melihat bagian-bagian rumit dari peristiwa-peristiwa yang ada. Apa yang
menyebabkan masyarakat secara keseluruhan tenggelam dalam kehidupan yang
melalaikan selama ribuan tahun serta menjauhkan diri dari berpikir sehingga
seolah-olah telah menjadi sebuah tradisi adalah kelumpuhan akal ini. Pengaruh sihir yang bersifat kolektif
tersebut dapat dikiaskan sebagaimana berikut: Dibawah permukaan bumi terdapat sebuah
lapisan mendidih yang dinamakan magma, padahal kerak bumi sangatlah tipis. Tebal
lapisan kerak bumi dibandingkan keseluruhan bumi adalah sebagaimana tebal
kulit apel dibandingkan buah apel itu sendiri. Ini berarti bahwa magma yang
membara tersebut demikian dekatnya dengan kita, dibawah telapak kaki kita! Setiap orang mengetahui bahwa di bawah
permukaan bumi ada lapisan yang mendidih dengan suhu yang sangat panas,
tetapi manusia tidak terlalu memikirkannya. Hal ini dikarenakan para orang
tua, sanak saudara, kerabat, teman, tetangga, penulis artikel di koran yang
mereka baca, produser acara-acara TV dan professor mereka di universitas
tidak juga memikirkannya. Ijinkanlah kami mengajak anda berpikir
sebentar tentang masalah ini. Anggaplah seseorang yang telah kehilangan
ingatan berusaha untuk mengenal sekelilingnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada setiap orang di sekitarnya. Pertama-tama ia menanyakan tempat dimana
ia berada. Apakah kira-kira yang akan muncul di benaknya apabila
diberitahukan bahwa di bawah tempat dia berdiri terdapat sebuah bola api
mendidih yang dapat memancar dan berhamburan dari permukaan bumi pada saat
terjadi gempa yang hebat atau gunung meletus? Mari kita berbicara lebih jauh
dan anggaplah orang ini telah diberitahu bahwa bumi tempat ia berada hanyalah
sebuah planet kecil yang mengapung dalam ruang yang sangat luas, gelap dan
hampa yang disebut ruang angkasa. Ruang angkasa ini memiliki potensi bahaya
yang lebih besar dibandingkan materi bumi tersebut, misalnya: meteor-meteor
dengan berat berton-ton yang bergerak dengan leluasa di dalamnya. Bukan tidak
mungkin meteor-meteor tersebut bergerak ke arah bumi dan kemudian
menabraknya. Mustahil orang ini mampu untuk tidak berpikir
sedetikpun ketika berada di tempat yang penuh dengan bahaya yang setiap saat
mengancam jiwanya. Ia pun akan berpikir pula bagaimana mungkin manusia dapat
hidup dalam sebuah planet yang sebenarnya senantiasa berada di ujung tanduk,
sangat rapuh dan membahayakan nyawanya. Ia lalu sadar bahwa kondisi ini hanya
terjadi karena adanya sebuah sistim yang sempurna tanpa cacat sedikitpun. Kendatipun
bumi, tempat ia tinggal, memiliki bahaya yang luar biasa besarnya, namun
padanya terdapat sistim keseimbangan yang sangat akurat yang mampu mencegah
bahaya tersebut agar tidak menimpa manusia. Seseorang yang menyadari hal ini,
memahami bahwa bumi dan segala makhluk di atasnya dapat melangsungkan
kehidupan dengan selamat hanya dengan kehendak Allah, disebabkan oleh adanya
keseimbangan alam yang sempurna dan tanpa cacat yang diciptakan-Nya. Contoh di atas hanyalah satu diantara jutaan,
atau bahkan trilyunan contoh-contoh yang hendaknya direnungkan oleh manusia.
Di bawah ini satu lagi contoh yang mudah-mudahan membantu dalam memahami
bagaimana "kondisi lalai" dapat mempengaruhi sarana berpikir
manusia dan melumpuhkan kemampuan akalnya. Manusia mengetahui bahwa kehidupan di dunia
berlalu dan berakhir sangat cepat. Anehnya, masih saja mereka bertingkah laku
seolah-olah mereka tidak akan pernah meninggalkan dunia. Mereka melakukan
pekerjaan seakan-akan di dunia tidak ada kematian. Sungguh, ini adalah sebuah
bentuk sihir atau mantra yang terwariskan secara turun-temurun. Keadaan ini
berpengaruh sedemikian besarnya sehingga ketika ada yang berbicara tentang
kematian, orang-orang dengan segera menghentikan topik tersebut karena takut
kehilangan sihir yang selama ini membelenggu mereka dan tidak berani
menghadapi kenyataan tersebut. Orang yang mengabiskan seluruh hidupnya untuk
membeli rumah yang bagus, penginapan musim panas, mobil dan kemudian
menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah yang bagus, tidak ingin berpikir
bahwa pada suatu hari mereka akan mati dan tidak akan dapat membawa mobil,
rumah, ataupun anak-anak beserta mereka. Akibatnya, daripada melakukan
sesuatu untuk kehidupan yang hakiki setelah mati, mereka memilih untuk tidak
berpikir tentang kematian. Namun, cepat atau lambat setiap manusia pasti
akan menemui ajalnya. Setelah itu, percaya atau tidak, setiap orang akan
memulai sebuah kehidupan yang kekal. Apakah kehidupannya yang abadi tersebut
berlangsung di surga atau di neraka, tergantung dari amal perbuatan selama
hidupnya yang singkat di dunia. Karena hal ini adalah sebuah kebenaran yang
pasti akan terjadi, maka satu-satunya alasan mengapa manusia bertingkah laku
seolah-olah mati itu tidak ada adalah sihir yang telah menutup atau membelenggu
mereka akibat tidak berpikir dan merenung. Orang-orang yang tidak dapat membebaskan diri
mereka dari sihir dengan cara berpikir, yang mengakibatkan mereka berada
dalam kelalaian, akan melihat kebenaran dengan mata kepala mereka sendiri
setelah mereka mati, sebagaimana yang diberitakan Allah kepada kita dalam
Al-Qur'an : "Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan
lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi)
matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam." (QS. Qaaf, 50: 22) Dalam ayat di atas penglihatan seseorang
menjadi kabur akibat tidak mau berpikir, akan tetapi penglihatannya menjadi
tajam setelah ia dibangkitkan dari alam kubur dan ketika mempertanggung
jawabkan segala amal perbuatannya di akhirat. Perlu digaris bawahi bahwa manusia mungkin
saja membiarkan dirinya secara sengaja untuk dibelenggu oleh sihir tersebut.
Mereka beranggapan bahwa dengan melakukan hal ini mereka akan hidup dengan
tentram. Syukurlah bahwa ternyata sangat mudah bagi seseorang untuk merubah
kondisi yang demikian serta melenyapkan kelumpuhan mental atau akalnya,
sehingga ia dapat hidup dalam kesadaran untuk mengetahui kenyataan. Allah
telah memberikan jalan keluar kepada manusia; manusia yang merenung dan
berpikir akan mampu melepaskan diri dari belenggu sihir pada saat mereka
masih di dunia. Selanjutnya, ia akan memahami tujuan dan makna yang hakiki
dari segala peristiwa yang ada. Ia pun akan mampu memahami kebijaksanaan dari
apapun yang Allah ciptakan setiap saat. Seseorang dapat berpikir kapanpun dan
dimanapun Berpikir tidaklah memerlukan waktu, tempat
ataupun kondisi khusus. Seseorang dapat berpikir sambil berjalan di jalan
raya, ketika pergi ke kantor, mengemudi mobil, bekerja di depan komputer,
menghadiri pertemuan dengan rekan-rekan, melihat TV ataupun ketika sedang
makan siang. Misalnya: di saat sedang mengemudi mobil,
seseorang melihat ratusan orang berada di luar. Ketika menyaksikan mereka, ia
terdorong untuk berpikir tentang berbagai macam hal. Dalam benaknya tergambar
penampilan fisik dari ratusan orang yang sedang disaksikannya yang sama
sekali berbeda satu sama lain. Tak satupun diantara mereka yang mirip dengan
yang lain. Sungguh menakjubkan: kendatipun orang-orang ini memiliki anggota
tubuh yang sama, misalnya sama-sama mempunyai mata, alis, bulu mata, tangan,
lengan, kaki, mulut dan hidung; tetapi mereka terlihat sangat berbeda satu
sama lain. Ketika berpikir sedikit mendalam, ia akan teringat bahwa: Allah telah menciptakan bilyunan manusia
selama ribuan tahun, semuanya berbeda satu dengan yang lain. Ini adalah bukti
nyata tentang ke Maha Perkasaan dan ke Maha Besaran Allah. Menyaksikan manusia yang sedang lalu lalang
dan bergegas menuju tempat tujuan mereka masing-masing, dapat memunculkan
beragam pikiran di benak seseorang. Ketika pertama kali memandang, muncul di
pikirannya: manusia yang jumlahnya banyak ini terdiri atas individu-individu
yang khas dan unik. Tiap individu memiliki dunia, keinginan, rencana, cara
hidup, hal-hal yang membuatnya bahagia atau sedih, serta perasaannya sendiri.
Secara umum, setiap manusia dilahirkan, tumbuh besar dan dewasa, mendapatkan
pendidikan, mencari pekerjaan, bekerja, menikah, mempunyai anak,
menyekolahkan dan menikahkan anak-anaknya, menjadi tua, menjadi nenek atau
kakek dan pada akhirnya meninggal dunia. Dilihat dari sudut pandang ini,
ternyata perjalanan hidup semua manusia tidaklah jauh berbeda; tidak terlalu
penting apakah ia hidup di perkampungan di kota Istanbul atau di kota besar
seperti Mexico, tidak ada bedanya sedikitpun. Semua orang suatu saat pasti
akan mati, seratus tahun lagi mungkin tak satupun dari orang-orang tersebut
yang akan masih hidup. Menyadari kenyataan ini, seseorang akan berpikir dan
bertanya kepada dirinya sendiri: "Jika kita semua suatu hari akan mati,
lalu apakah gerangan yang menyebabkan manusia bertingkah laku seakan-akan
mereka tak akan pernah meninggalkan dunia ini? Seseorang yang akan mati sudah
sepatutnya beramal secara sungguh-sungguh untuk kehidupannya setelah mati;
tetapi mengapa hampir semua manusia berkelakuan seolah-olah hidup mereka di
dunia tak akan pernah berakhir?" Orang yang memikirkan hal-hal semacam ini lah
yang dinamakan orang yang berpikir dan mencapai kesimpulan yang sangat
bermakna dari apa yang ia pikirkan. Sebagian besar manusia tidak berpikir tentang
masalah kematian dan apa yang terjadi setelahnya. Ketika mendadak
ditanya,"Apakah yang sedang anda pikirkan saat ini?",
maka akan terlihat bahwa mereka sedang memikirkan segala sesuatu yang
sebenarnya tidak perlu untuk dipikirkan, sehingga tidak akan banyak
manfaatnya bagi mereka. Namun, seseorang bisa juga "berpikir"
hal-hal yang "bermakna", "penuh hikmah" dan
"penting" setiap saat semenjak bangun tidur hingga kembali ke
tempat tidur, dan mengambil pelajaran ataupun kesimpulan dari apa yang dipikirkannya. Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa
orang-orang yang beriman memikirkan dan merenungkan secara mendalam segala
kejadian yang ada dan mengambil pelajaran yang berguna dari apa yang mereka
pikirkan. "Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah
kami dari siksa neraka." (QS. Aali 'Imraan, 3: 190-191). Ayat di atas menyatakan bahwa oleh karena
orang-orang yang beriman adalah mereka yang berpikir, maka mereka mampu
melihat hal-hal yang menakjubkan dari ciptaan Allah dan mengagungkan
Kebesaran, Ilmu serta Kebijaksanaan Allah. Berpikir dengan ikhlas sambil menghadapkan
diri kepada Allah Agar sebuah perenungan menghasilkan manfaat
dan seterusnya menghantarkan kepada sebuah kesimpulan yang benar, maka
seseorang harus berpikir positif. Misalnya: seseorang melihat orang lain dengan penampilan fisik yang lebih baik dari dirinya.
Ia lalu merasa dirinya rendah karena kekurangan yang ada pada fisiknya dibandingkan
dengan orang tersebut yang tampak lebih rupawan. Atau ia merasa iri terhadap
orang tersebut. Ini adalah pikiran yang tidak dikehendaki Allah. Jika ridha
Allah yang dicari, maka seharusnya ia menganggap bagusnya bentuk rupa orang
yang ia lihat sebagai wujud dari ciptaan Allah yang sempurna. Dengan melihat
orang yang rupawan sebagai sebuah keindahan yang Allah ciptakan akan
memberikannya kepuasan. Ia berdoa kepada Allah agar menambah keindahan orang
tersebut di akhirat. Sedang untuk dirinya sendiri, ia juga meminta kepada
Allah agar dikaruniai keindahan yang hakiki dan abadi di akhirat kelak. Hal
serupa seringkali dialami oleh seorang hamba yang sedang diuji oleh Allah
untuk mengetahui apakah dalam ujian tersebut ia menunjukkan perilaku serta
pola pikir yang baik yang diridhai Allah atau sebaliknya. "Dia lah yang memperlihatkan kepadamu
tanda-tanda (kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. Dan
tiadalah mendapat pelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada
Allah)." (QS. Ghaafir, 40: 13). |
DIAMBIL
DARI "BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR?" |
Yahoo! Groups Sponsor |
|
|
-----
"Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran
dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran."
(QS Al-Asr(103):1-3)
Your use of Yahoo!
Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.